ya perlahan punggungmu pun ikut menghilang dari sudut mataku. Sekali lagi. Ini murni kesalahanku. Fatal. Sangat sulit untuk membuatmu kembali ke sampingku lagi. Bahkan kini dengan satu matapun aku mampu melihat kamu benar mencoba menghilang dariku.
Maaf. Aku tidak tahu benar bagaimana caranya membuatmu memandangku lagi. Membuatmu memanggilku sayang. Membuatmu benar-benar mabuk karena cintaku. Aku ingin semuanya kembali lagi. Kembali seperti dulu. Seperti ketika kau benar-benar berada satu langkah dibelakangku untuk menjagaku. Atau ketika aku merasa aman selalu berjalan didepanmu. Didepan mata pengelihatanmu, tanpa benteng apapun.
"Lihatlah senja kali ini. Indah." Kata Rayya.
"Ya, seindah dirimu." Fathan menatap sudut mata kanan Rayya.
"Dua burung itu juga tak kalah indahnya. Terbang bersama. Sepertinya mereka sangat bergembira memutari langit senja yang indah hanya berdua." Rayya membentuk tangannya menyerupai burung terbang. Matanya menggeliat mengikuti tubuh dua binatang berwarna putih itu mengelilingi langit indah ketika senja tak kunjung menghilang.
"Seperti kita sekarang. Burung-burung itu juga mengatakan mereka sedang melihat dua orang yang sedang menikmati senja. Mereka menatap kita dan berkata indah. Ya, seindah mereka." Fathan merangkulkan tangannya ke pundak Rayya.
Lengang. Rayya menatap lekat kembali dua burung itu. Namun sesekali sudut matanya melirik ke tangan Fathan yang sedari tadi menyemtuh pundaknya. Hangat. Rayya merasakan kehangatan mendalam dalam dirinya. Keindahan selalu melekat padanya ketika dia berada disamping laki-laki itu. Fathan. Memang hanya Fathan yang selalu membuatnya terbang seperti burung-burung itu setiap senja.
"Lihat burung itu, Than. Mereka terbang berlawanan arah." Tangan Rayya menunjuk pada kedua burung yang sedari tadi menghiasi senja.
"Iya."
"Apa kita juga harus pergi berlawanan arah?" Suara Rayya membuat Fathan tertegun dan suaranya seperti mendadak menghilang. Tatapan kosongnya mengarah tepat pada mata Rayya.
"Tidak."
"Sebaiknya memang kita harus pergi berlawanan arah."
"Tidak. Kita akan selalu berjalan beriringan."
"Tapi kedua burung tadi berpisah."
"Kita bukan mereka."
"Jangan pernah cintai aku lagi, Than."
Semuanya terasa menyakitkan. Ketika aku merasa aku tidak ingin terjatuh dan terpuruk kehilanganmu, aku justru melakukan sesuatu yang membuatku benar-benar akan kehilanganmu. Aku salah. Aku melakukan kesalahan lagi. Satu. Kali ini hanya satu. Tapi esok, lusa, dan seterusnya akan bertambah banyak dan aku akan kehilanganmu semakin cepat.
Bukan maksudku seperti itu. Aku hanya takut, ketika kamu benar-benar mencintaiku tapi aku tidak membalasnya dengan baik. Aku takut mengecewakanmu. Aku takut, sayang. Aku tidak pernah membayangkan ketika suatu saat aku harus kehilanganmu dimana cinta dalam hati ini sudah benar-benar tumbuh dan bermekaran. Aku tidak ingin. Aku tidak mau. Sebenarnya aku tidak ingin kehilanganmu.
"Than, maaf."
"Kenapa?"
"Entah."
"Kamu dulu yang pernah bilang aku tidak boleh mencintaimu. Tapi apa yang terjadi? Justru setiap kali aku sedang mencoba, kamu datang dan membuatku semakin dalam mencintaimu."
"Maaf."
"Bahkan hanya dengan mendengar kata maaf darimu, hatiku seolah tergetar dan semakin ingin memilikimu."
"Maafkan aku."
"Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan? Tetap harus melupakanmu dan pergi atau aku sudah diberi ijin untuk tetap mencintaimu?"
Lalu kini apa yang harus aku katakan? Tetap mempertahankanmu atau aku segera melewatkanmu? Bantu aku. Aku melakukan semuanya hanya untukmu.
"Maaf, aku tetap harus pergi."
***
Tangga -Terbaik Untukmu
Aku ingin kau tetap di sini bersamaku, Jangan pergi
Kadang aku merasa sangat egois saat menyuruhmu tetap disini
Tapi percayalah akulah yang terbaik :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar