Senja menimbulkan kesunyian diantara keduanya. Matahari masih enggan pergi. Luna masih saja terdiam dengan raut muka tidak seperti biasanya. Sementara Farhan masih saja menatap kedepan. Taman kota sore itu sangat riuh, namun situasi itu tidak membuat Luna dan Farhan turut meramaikannya. Bungkam. Tidak seorang dari mereka berdua mampu berkata-kata.
"Kenapa, Lun?" Farhan mulai berani mengeluarkan suaranya. "Aku masih tidak mengerti."
"Intinya, kamu jangan pernah suka denganku." Luna menyenderkan kepalanya dibahu Farhan. Cercah matahari yang menguning terlihat sedikit redup dan mulai memudar.
"Kenapa, Lun? Apa alasannya?" Tangan Farhan mulai mengelus rambut indah Luna.
"Karena kamu, Farhan."
"Lalu aku harus bagaimana? Lalu harus aku apakan perrasaan ini?"
"Buang." Luna kembali menegakkan tubuhnya. Dia berdiri dan berjalan menuju sebuah pohon besar tempat dia meletakkan ranselnya.
"Bagaimana caranya aku membuang perasaan ini?" Farhan berjalan mengikuti langkah Luna.
"Aku tidak tahu." Luna berjalan lebih cepat dan hilang begitu saja dari hadapan Farhan.
Matahari masih saja berwarna orange. Farhan tidak mampu lagi melihat sosok Luna, gadis yang selama ini selalu mengisi hari-harinya. Luna. Ya, Farhan sangat mencintai Luna. Sangat.
***
"Lun, aku mau tanya sesuatu." Aku ingat sekali kata-kata itu. Kata-kata yang membuatku berpikir seribu kali untuk menjawabnya.
"Kamu tau, Han? Aku pernah bilang, jika kamu bertanya padaku, kamu harus memilih waktu yang tepat."
"Aku ingat."
"Apa kamu pikir ini waktu yang tepat?"
"Ya."
Kamu tahu, Han, saat itu aku merasa bukan waktu yang tepat.
"Apa aku boleh suka denganmu?"
Dan benar, Han. Itu bukan waktu yang tepat.
***
"Intinya masih sama, jangan pernah kamu suka denganku." Luna menatap Farhan yang kala itu sedang duduk di teras rumah Luna.
"Kenapa, Lun. Beri aku satu alasan yang kuat, agar aku bisa menerima permintaanmu itu." Farhan menatap mata Luna dengan lekat.
"Karena kamu, Han."
"Aku kenapa, Lun?"
"Aku tidak ingin kehilangan kamu. Aku takut kamu pergi dari sini, suatu hari nanti."
"Tidak akan, Lun. Kamu harus percaya denganku."
"Tidak." Luna berdiri menatap Farhan. "Aku takut kehilanganmu."
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Buang perasaan itu. Untukku."
"Tidak bisa."
"Jika begitu, pergilah dari hidupku."
"Lun."
Luna bergegas masuk ke dalam rumahnya. Pintu tertutup lalu dia menguncinya. Tangannya masih menempel pada gagang pintu.
Perasaan kita sama, Han. Aku takut suatu hari nanti aku akan kehilanganmu dan perasaan itu. Maafkan aku. Jauh lebih baik ketika kamu pergi sebelum aku benar-benar merasakan hal yang sama dengan yang kamu rasakan. Aku tidak mau hal yang sama terjadi padaku lagi dan aku tidak ingin kehilanganmu.
"Aku mencintaimu, Lun." Terdengar suara Farhan bergetas dan sangat lirih dari luar rumah. "Aku akan pergi jika itu maumu. Terimakasih untuk selama ini. Aku sangat mencintaimu."
Aku juga, Han. Maaf.
***
Terjebak Nostalgia -Raisa
dan aku pernah mengalaminya enam tahun yang lalu.
aku takut hal yang sama terjadi lagi.
namanya masih melekat dan aku takut itu sangat menyakitkan.
masih sama dengan yang dulu.
baek seung joo masih ada disini, dihatiku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar