Bulan mulai terlihat diselimuti malam. Dua orang sahabat karib sedang berjalan menuju sebuah Department Store di Yogyakarta. Rencana mereka hari ini adalah menonton sebuah film. Mereka segera menuju studio XXI untuk menonton film.
“Wah, ternyata di sini dingin ya.” Herman memeluk tubuhnya sendiri.
Anang yang berlagak sok tahu melihat daftar film yang akan diputar hari ini.
“Nang, filmnya kok Indonesia semua ya? Padahal kita rencananya nonton film luar. Biar kelihatan keren.”
“Lha itu.” Anang menunjuk sebuah film dengan judul berbahasa Inggris.
“Oiyaya.”
Herman dan Anang mendekati poster film itu dan melihatnya. Nama tokoh-tokohnya berbahasa Inggris. Aktornya juga berwajah orang luar.
“Kemana?”
“Ya, beli tiket.”
“Sebentar. Kita lihat dulu ceritanya bagus tidak.”
“Lha yang penting nonton film Hollywood?”
“Ah, kamu ini, Man,” Anang mengambil handphonenya. “Malu-maluin.”
Anang mencari data tentang film itu. Judulnya ‘Pirate Brother’. Anang melihat sinopsis ceritanya. Senyum tipis dari mulutnya keluar.
“Sana, Man. Kamu beli tiket untuk kita berdua. Ini film Hollywood, bagus ceritanya. Action, Man. Perang-perangan.”
“Wah, bisa pamer aku besok ke teman-teman.” Herman beranjak meninggalkan Anang dan membeli dua buah tiket.
Studio 5. Anang dan Herman masuk kedalam. Belum sampai di tempat duduk mereka, Anang tertegun melihat film yang diputar. Lalu dia berhenti melangkah. Herman kaget.
“Ada apa lagi, Nang?”
“Kok filmnya Indonesia? Kita mau nonton film pirate brotherkan? Film Hollywood?”
“Iya juga. Mungkin film yang tadi belum selesai, Nang.”
Anang masih bingung. Penonoton yang sedari tadi melewati mereka hanya bisa menahan tawa. Dua orang aneh berdebat di dalam studio film.
“Kita Tanya saja sama mbaknya yang jaga tiket, Nang.”
“Oke.”
Mereka berjalan membalik. Mereka menuju kepada perempuan yang berjaga di pintu masuk ruang studio. Perempuan itu heran melihat mereka berbalik arah.
“Mbak, filmnya belum selesai ya?” Anang bertanya kepada penjaga pintu itu.
Perempuan itu segera berjalan menuju ruang studio. Dia heran melihat layar studionya.
“Ya itu filmnya, Mas.”
“Kok film Indonesia?” Anang dengan santainya bertanya.
“Iya, mbak. Kitakan mau nonton pirate brothers.”
“Iya ini pirate brothers, Mas.”
“Loh? Pirate Brothers film Indonesia, Mbak?”
“Iya Mas.”
Tettot…. Anang dan Herman hanya termenung memandangi layar besar dihadapannya. Perempuan penjaga pintu itu menahan tawa melihat mereka berdua. Sementara penonton lain yang berada di sekitar Anang dan Herman banyak yang sudah tertawa. Malu. Akhirnya mereka memutuskan untuk tetep menonton film itu.
“Malu aku, Man.”
“Terlanjur tertipu kita.”
Merekapun menikmati film itu. Hingga datang seorang pasangan duduk di sebelah Herman.
“Mas,” Perempuan di samping Herman itu memanggil.
“Ya, Mbak?”
“Ini film pirate brothers bukan ya?”
Seketika Anang dan Herman tersenyum-senyum menahan tawa. Tatapan mata mereka semakin membuat suasana menjadi lucu.
“Ternyata bukan kita saja, Nang.”
“Mungkin semua yang ada disini tertipu juga, Man.”
“Iya. Besok lagi kita searching dulu di Internet. Tonton trailernya. Baru kita tonton filmnya.”
“Tertipu oleh judul kita, Nang.”
“Judul memang menipu.”
Mereka keluar studio dengan tertawa terbahak-bahak. Dua sahabat karib itupun akhirnya meninggalkan Departement Store dan pulang ke rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar