Hay mas,
Satu bulan lagi usiamu sudah berubah lagi, bertambah satu angka lagi. Sudah besar ya kamu mas sekarang, 23 tahun. Ingat tidak mas dulu pertama kita bertemu? Ayunan kayu di depan rumahmu mungkin mas yang akan selalu mengingatnya. Waktu itu umurku 6 tahun. Aku anak baru dikampung ini. Sendiri. Aku lihat ada ayunan kayu di samping rumahku. Tanpa di pandu, anak kecil mana yang tidak segera memainkannya. Satu hari, dua hari,tiga hari, dan entah sampai berapa hari aku memainkan ayunan itu sendirian. Sampai aku menyadari ada sesosok anak laki-laki yang memperhatikanku dari cendela rumahnya. Semenjak saat itu aku tidak lagi memainkan ayunan itu. Aku takut anak laki-laki itu marah karena ayunannya aku mainkan. Selama aku tidak bermain ayunan, soreku menjadi kelabu. Aku hanya duduk diteras rumah sambil memandangi ayunan dan laki-laki kecil yang tetap mengintai dari dalam rumahnya. Hingga suatu hari laki-laki kecil itu bersama ibunya mendatangi rumahku. Dia menatapku tajam dari langkah pertama keluar rumahnya sampailangkah terakhir di depan pintu pagarku. Lalu aku sedikit lupa apa yang terjadi. Intinya laki-laki kecil itu dan aku saling berjabat tangan dan sejak saat itu aku tahu siapa namamu, mas.
Mas,
Masihkah kamu mengingat tentang kamu, ayunan, dan aku? Bagaimana setiap sore kita selalu bersama? Satu tahun? Dua tahun? Tiga tahun? Lebih mas. Betapa aku tidak bisa mengontrol perasaanku, mas. Aku terlalu nyaman denganmu. Aku terlalu nyaman dengan laki-laki yang selalu menomorsatukan aku, mas. Cerita anak kecil itu berakhir sampai kita sama-sama menjalani masa puber masing-masing, mas. Cerita anak kecil itu berakhir sudah menurutmu, mas. Sementara aku hanya mencoba ikut menganggapnya berakhir.
Mas,
Kamu tidak akan pernah tahu betapa aku bersedih ketika diantara aku dan kamu mulai terbentang jarak yang semakin luas. Tidak ada obrolan.Tidak pernah bermain bersama. Aku dan kamu seperti bukan aku dan kamu. Semenjak jarak itu ada, apakah kamu merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan? Cinta itu nyata, mas. Aku justru semakin memperhatikanmu. Dari balik jendela kamarku aku selalu menatapmu setiap sore menyemprot bunga dihalaman rumahmu. Aku semakin sering melihat frienstermu saat itu. Bahkan mungkin aku jadi orang yang selalu menjadi nomor satu untuk mengetahui dengan siapa kamu dekat. Aku merasakan perasaan itu semakin kuat, mas. Sakitnya adalah hanya aku yang merasakannya.
Mas,
Aku menangis waktu tahu dirimu mencintai gadis desa sebelah, atau ketika kamu memacari adik kelasmu. Luka sekali waktu itu mas. Akhirnya aku juga mencari hati lain untuk melabuhkan hatiku mas. Saat itu aku pikir berharap padamu bukan jalan yang harus aku pilih. Aku menyerah, mas.
Mas,
Di akhir surat ini aku hanya ingin menyampaikan. Kini aku sudah dengan laki-laki yang sangat mencintaiku. Namun tahu kah kamu, setiap aku melihatmu, rasa itu kembali muncul. Aku kembali kemasa-masa kita. Lalu aku hanya menginginkanmu untuk selamanya.
Mas,
Apa yang harus aku lakukan?
Kata orang hidup itu seperti kopi. Semakin kedalam, semakin mendalam, akan semakin pahit.
Sementara kamu seperti coklat. Semakin ingin kutinggalkan, akan semakin membuatku untuk kembali dan memiliki.
Mas,
Aku minta maaf.
Aku sayang kamu.
.dilla.